Senin, 26 Agustus 2013

CIRI-CIRI WAHABI/SALAFI YANG PERLU DIPAERHATIKAN !!

Oleh Von Edison Alouisci

Nabi s a w telah memberitakan tentang golongan Khawarij ini dalam beberapa hadits beliau, maka hadits-hadits seperti itu adalah merupakan tanda kenabian beliau s a w, karena termasuk memberitakan sesuatu yang masih ghaib (belum terjadi). Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam

kitab shahih BUKHARI & MUSLIM

dan sebagian yang lain terdapat dalam selain kedua kitab tsb. Hadits-hadits itu antara lain :

1. Fitnah itu datangnya dari sini, fitnah itu datangnya dari arah sini, sambil memberikan ke arah timur (Najed-pen ).

2. Akan muncul segolongan manusia dari arah timur, mereka membaca Al Qur'an tetapi tidak bisa membersihkannya, mereka keluar dari agamanya seperti anak panah yang keluar dari busurnya dan mereka tidak akan kembali ke agama hingga anak panah itu bisa kembali ketempatnya (busurnya), tanda-tanda mereke bercukur kepala (GUNDUL - pen).

3. Akan ada dalam ummatku perselisihan dan perpecahan kaum yang indah perkataannya namun jelek perbuatannya. Mereka membaca Al Qur'an, tetapi keimanan mereka tidak sampai mengobatinya, mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya, yang tidak akan kembali seperti tidak kembalinya anak panah ketempatnya. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk, maka berbahagialah orang yang membunuh mereka atau dibunuh mereka. Mereka menyeruh kepada kitab Allah, tetapi sedikitpun ajaran Allah tidak terdapat pada diri mereka. Orang yang membunuh mereka adalah lebih utama menurut Allah. Tanda-tanda mereka adalah bercukur (GUNDUL - pen).

4. Di Akhir zaman nanti akan keluar segolongan kaum yang pandai bicara tetapi bodoh tingkah lakunya, mereka berbicara dengan sabda Rasulullah dan membaca Al Qur'an namun tidak sampai pada kerongkongan mereka, meraka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, maka apabila kamu bertemu dengan mereka bunuhlah, karena membunuh mereka adalah mendapat pahala disisi Allah pada hari kiamat.

5. Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al Qur'an namun tidak sampai mengobati mereka, mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (GUNDUL - pen).

6. Kepala kafir itu seperti (orang yang datang dari) arah timur, sedang kemegahan dan kesombongan (nya) adalah (seperti kemegahan dan kesombongan orang-orang yang) ahli dalam (menunggang) kuda dan onta.

7. Dari arah sini inilah databgnya fitnah, sambil mengisyaratkan ke arah timur (Najed - pen).

8. Hati menjadi kasar, air bah akan muncul disebelah timur dan keimanan di lingkungan penduduk Hijaz (pada saat itu penduduk Hijaz terutama kaum muslimin Makkah dan Madinah adalah orang-orang yang paling gigih melawan profokator Wahabi dari sebelah timur / Najed - pen).

9. (Nabi s a w berdo'a) Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, para sahabat berkata : Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdo'a: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, dan pada yang ketiga kalinya beliau s a w bersabda : Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta disana pula akan muncul tanduk syaitan.

10. Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al Qur'an namun tidak sampai membersihkan meraka. Ketika putus dalam satu kurun, maka muncul lagi dalam kurun yang lain, hingga adalah mereka yang terakhir bersama-sama dengan dajjal.

Dalam hadits-hadits tsb dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul-pacul - pen). Dan ini adalah merupakan nash atau perkataan yang jelas ditujukan kepada kaum khawarijin yang datang dari arah timur, yakni para penganut Ibnu Abdil Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya bercukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikut kepadanya tidaklah dibolehkan berpaling dari majelisnya sebelum melakukan perintah tsb (bercukur - gundul pacul). Hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya dari aliran-aliran SESAT lainnya.

Oleh sebab itu, hadits-hadits tsb jelas ditujukan kepada mereka, sebagaimana apa yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal, seorang mufti di Zubaid. Beliau r a berkata : "Tidak usah seseorang menulis suatu buku untuk menolak Ibnu Abdil Wahhab, akan tetapi sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah s a w itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid'ah sebelumnya tidaklah pernah berbuat demikian selain mereka.

Muhammad bin Abdul Wahhab (pendiri Wahabiisme - pen) sungguh pernah juga memerintah kaum wanitanya untuk bercukur (gundul - pen). Pada suatu saat ada seorang wanita masuk agamanya dan memperbarui Islamnya sesuai dengan infiltrasi yang dia masukkan, lalu dia memerintahkan wanita itu bercukur kepala (gundul pacul - pen). Kemudian wanita itu menjawab :"anda memerintahkan kaum lelaki bercukur kepala, seandainya anda memerintahkan mereka bercukur jenggot mereka maka boleh anda memerintahkan kaum wanita mencukur rambut kepalanya, karena rambut kaum wanita adalah kedudukannya sama dengan jenggot kaum lelaki.

Maka dia kebingungan dan tidak bisa berkata apa-apa terhadap wanita itu. Lalu kenapa dia melakukan hal itu, tiada lain adalah untuk membenarkan sabda Nabi s a w atas dirinya dan para pengikutnya, yang dijelaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Jadi apa yang dia lalukan itu semata-mata membuktikan kalau Nabi s a w itu benar dalam segala apa yang disabdakan.

Adapun mengenai sabda Nabi s a w yang mengisyaratkan bahwa akan ada dari arah timur (Najed - pen) keguncangan dan dua tanduk syaithon, maka sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk syaithon itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahhab.

Sebagian ahli sejarah menyebutkan peperangan BANY HANIFAH, mengatakan : Di akhir zaman nanti akan keluar di negeri Musailamah seorang lelaki yang menyerukan agama selain agama Islam. Ada beberapa hadits yang didalamnya menyebutkan akan timbulnya fitnah, diantaranya adalah :

1. Darinya (negeri Musailamah dan Muhammad bin Abdul Wahhab) fitnah yang besar yang ada dalam ummatku, tidak satupun dari rumah orang Arab yang tertinggal kecuali dimasukinya, peperangan bagaikan dalam api hingga sampai keseluruh Arab, sedang memeranginya dengan lisan adalah lebih sangat (bermanfaat - pen) daripada menjatuhkan pedang.

2. Akan ada fitnah yang menulikan, membisukan dan membutakan, yakni membutakan penglihatan manusia didalamnya sehingga mereka tidak melihat jalan keluar, dan menulikan dari pendengaran perkara hak, barang siapa meminta dimuliakan kepadanya maka akan dimuliakan.

3. Akan lahir syaithon dari Najed, Jazirah Arab akan goncang lantaran fitnahnya.

Al-Allamah Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub As-Sayyid Abdullah Al-Haddad Ba'Alawi didalam kitabnya :"Jalaa'uzh zhalaam fir rarrdil Ladzii adhallal 'awaam" sebuah kitab yang agung didalam menolak faham wahabi, beliau r a menyebutkan didalam kitabnya sejumlah hadits, diantaranya ialah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin abdul Muthalib r a sbb :

"Akan keluar di abad kedua belas nanti dilembah BANY HANIFAH seorang lelaki, tingkahnya seperti pemberontak, senantiasa menjilat (kepada penguasa Sa'ud - pen) dan menjatuhkan dalam kesusahan, pada zaman dia hidup banyak kacau balau, menghalalkan harta manusia, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah manusia, dibunuhnya manusia untuk kesombongan, dan ini adalah fitnah, didalamnya orang-orang yang hina dan rendah menjadi mulia (yaitu para petualang & penyamun digurun pasir - pen), hawa nafsu mereka saling berlomba tak ubahnya seperti berlombanya anjing dengan pemiliknya".

Kemudian didalam kitab tersebut Sayyid Alwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahhab dari Tamim. Oleh sebab itu hadits tersebut mengandung suatu pengertian bahwa Ibnu Abdul Wahhab adalah orang yang datang dari ujung Tamim, dialah yang diterangkan hadits Nabi s a w yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Sa'id Al-Khudri r a bahwa Nabi s a w bersabda :

"Sesungguhnya diujung negeri ini ada kelompok kaum yang membaca Al Qur'an, namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka membunuh pemeluk Islam dan mengundang berhala-berhala (Amerika, Inggeris dan kaum Zionis baik untuk penggalian berhala purbakala atau untuk kepentingan yang lain - pen), seandainya aku menjumpai mereka tentulah aku akan membunuh mereka seperti dibunuhnya kaum 'Ad.

Dan ternyata kaum Khawarij ini telah membunuh kaum muslimin dan mengundang ahli berhala (Zionis dan konco-konconya - pen). Ketika Ali bin Abi Thalib dipenggal oleh kaum khawarij, ada seorang lelaki berkata : "Segala Puji bagi Allah yang telah melahirkan mereka dan menghindarkan kita dari mereka". Kemudian Imam Ali berkata : "Jangan begitu, demi Tuhan yang diriku berada didalam Kekuasaan-Nya, sungguh diantara mereka ada seorang yang dalam tulang rusuknya para lelaki yang tidak dikandung oleh perempuan, dan yang terakhir diantara mereka adalah bersama dajjal.

Ada hadits yang diriwayatkan oleh Abubakar didalamnya disebutkan BANY HANIFAH, kaum Musailamah Al-Kadzdzab, Beliau s a w berkata : "Sesungguhnya lembah pegunungan mereka senantiasa menjadi lembah fitnah hingga akhir masa dan senantiasa terdapat fitnah dari para pembohong mereka sampai hari kiamat".

Dalam riwayat lain disebutkan :

"Celaka-lah Yamamah, celaka karena tidak ada pemisah baginya" Di dalam kitab Misykatul Mashabih terdapat suatu hadits berbunyi sbb : "Di akhir zaman nanti akan ada suatu kaum yang akan membicarakan kamu tentang apa-apa yang belum pernah kamu mendengarnya, begitu juga (belum pernah) bapak-bapakmu (mendengarnya), maka berhati-hatilah jangan sampai menyesatkan dan memfitnahmu".

Allah SWT telah menurunkan ayat Al Qur'an berkaitan dengan BANY TAMIM sbb :

"Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti". (QS. 49 Al-Hujurat : 4).

Juga Allah SWT menurunkan ayat yang khitabnya ditujukan kepada mereka sbb : "Jangan kamu semua mengangkat suaramu diatas suara Nabi". (QS. 49 Al-Hujurat 2)

Sayyid Alwi Al-Haddad mengatakan : "Sebenarnya ayat yang diturunkan dala kasus BANY HANIFAH dan mencela BANY TAMIM dan WA"IL itu banyak sekali, akan tetapi cukuplah sebagai bukti buat anda bahwa kebanyakan orang-orang Khawarij itu dari mereka, demikian pula Muhammad bin Abdul Wahhab dan tokoh pemecah belah ummat, Abdul Aziz bin Muhammad bin Su'ud adalah dari mereka".

Diriwayatkan bahwa Nabi s a w bersabda : "Pada permulaan kerasulanku aku senantiasa menampakkan diriku dihadapan kabilah-kabilah pada setiap musim dan tidak seorangpun yang menjawab dengan jawaban yang lebih buruk dan lebih jelek daripada penolakan BANY HANIFAH".

Sayyid Alwi Al-Haddad mengatakan : "Ketika aku sampai di Tha'if untuk ziarah ke Abdullah Ibnu Abbas r a, aku ketemu dengan Al-Allamah Syeikh Thahir Asy-Syafi'i, dia memberi tahukan kepadaku bahwa dia telah menulis kitab guna menolak faham wahabi ini dengan judul : "AL-INTISHARU LIL AULIYA'IL ABRAR".

Dia berkata kepadaku : "Mudah-mudahan lantaran kitab ini Allah memberi mafa'at terhadap orang-orang yang hatinya belum kemasukan bid'ah yang datang dari Najed (faham Wahabi), adapun orang yang hatinya sudah kemasukan maka tak dapat diharap lagi kebahagiannnya, karena ada sebuah hadits riwayat Bukhari : 'Mereka keluar dari agama dan tak akan kemabali'. Sedang yang dinukil sebagian ulama yang isinya mengatakan bahwa dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) adalah semata-mata meluruskan perbuatan orang-orang Najed, berupa anjuran terhadap orang-orang Baduy untuk menunaikan sholat jama'ah, meninggalkan perkara-perkara keji dan merampok ditengah jalan, serta menyeru kemurnian tauhid, itu semua adalah tidak benar.

Memang nampaknya dari luar dia telah meluruskan perbuatan manusia, namun kalau ditengok kekejian-kekejiannya dan kemungkaran-kemungkaran yang dilakukannya berupa :

1. Mengkafirkan ummat sebelumnya selama 600 tahun lebih (yakni 600 sebelum masa Ibnu Taimiyah dan sampai masa Wahabi, jadi sepanjang 12 abad lebih- pen).

2. Membakar kitab-kitab yang relatif amat banyak (termasuk Ihya' karya Al-Ghazali)

3. Membunuh para ulama, orang-orang tertentu & masyarakat umum.

4. Menghalalkan darah dan harta mereka (karena dianggap kafir - pen)

5. Melahirkan jisim bagi Dzat Allah SWT.

6. Mengurangi keagungan Nabi Muhammad s a w, para Nabi & Rasul a s serta para Wali r a

7. Membongkar makam mereka dan menjadikan sebagai tempat membuang kotoran (toilet).

8. Melarang orang membaca kitab "DALAA'ILUL KHAIRAT", kitab Ratib dan dzikir-dzikir, kitab-kitab maulid Dziba'.

9. Melarang membaca Shalawat Nabi s a w diatas menara-menara setelah melakukan adzan, bahkan telah membunuh siapa yang telah melakukannya.

10. Menyuap orang-orang bodoh dengan doktrin pengakuan dirinya sebagai nabi dan memberi pengertian kepada mereka tentang kenabian dirinya dengan tutur kata yang manis.

11. Melarang orang-orang berdo'a setelah selesai menunaikan sholat.

12. Membagi zakat menurut kemauan hawa nafsunya sendiri.

13. Dia mempunyai i'tikad bahwa Islam itu sempit.

14. Semua makhluk adalah syirik.

15. Dalam setiap khutbah dia berkara bahwa bertawasul dengan para Nabi, Malaikat dan para Wali adalah kufur.

16. Dia mengkafirkan orang yang mengucapkan lafadz : "maulana atau sayyidina" terhadap seseorang tanpa memperhatikan firman Allah yang berbunyi : "Wasayyidan" dan sabda Nabi s a w kepada kaum anshar : "Quumuu li sayyidikum", kata sayyid didalam hadits ini adalah shahabat Sa'ad bin Mu'adz.

17. Dia juga melarang orang ziarah ke makam Nabi s a w dan menganggap Nabi s a w itu seperti orang mati lainnya.

18. Mengingkari ilmu Nahwu, lughat dan fiqih, bahkan melarang orang untuk mempelajarinya karena ilmu-ilmu tsb dianggap bid'ah.

Dari ucapan dan perbuatan-perbuatanya itu jelas bagi kita untuk menyakini bahwa dia telah keluar dari kaidah-kaidah Islamiyah, karena dia telah menghalkan harta kaum muslimin yang sudah menjadi ijma' para ulama salafushsholeh tentang keharamannya atas dasar apa yang telah diketahui dari agama, mengurangi keagungan para Nabi dan Rasul, para wali dan orang-orang sholeh, dimana menurut ijma' ulama' keempat mazhab Ahlissunnah wal jama'ah / mazhab Salafushsholeh bahwa mengurangi keagungan seperti itu dengan sengaja adalah kufur, demikian kata sayyid Alwi Al-Haddad".

Dia berusia 95 tahun ketika mati dengan mempunyai beberapa orang anak yaitu Abdullah, Hasan, Husain dan Ali mereka disebut dengan AULADUSY SYEIKH atau PUTRA-PUTRA MAHA GURU AGUNG (menurut terminologi yang mereka punyai ini adalah bentuk pengkultus-individuan, mengurangi kemuliaan para Nabi dan Rasul tapi memuliakan dirinya sendiri - dimana kekonsistensiannya ? - pen). Mereka ini mempunyai anak cucu yang banyak dan kesemuanya itu dinamakan AULADUSY SYEIKH sampai sekarang. Hanya kepada Allah jualah kita pintakan semoga mereka diberikan petunjuk menuju jalan kebenaran (inilah pengikut Salaf yang sejati tidak pernah mendo'akan kejelekan kepada siapa saja yang telah mengucapkan kalimat Syahadat. mendo'a untuk kejelekan enggak pernah apalagi mengkafirkan atau memusyrikkan sesama muslim - pen)

- TAMAT -

Dari kitab : Durarus Saniyah fir Raddi alal Wahabiyah. Karya : Syeikhul Islam As-Sayyid Al-Allamah Al-Arif Billah Ahmad bin Zaini Dahlan Asy-Syafi'i.

Catatan : Kalau melihat 18 point doktrin Wahabi diatas maka jelaslah bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang preman dan petualang akidah serta sama sekali tidak dapat digolongkan bermazhab Ahlissunnah Wal Jama'ah atau mazhab Salafush-Sholeh. Ada lagi doktrin yang tidak disebutkan oleh penulis diatas yaitu :

1. Melarang penggunaan alat pengeras untuk adzan atau dakwa atau apapun.

2. Melarang penggunaan telpon.

3. Melarang mendengarkan radio dan TV

4. Melarang melagukan adzan.

5. Melarang melagukan / membaca qasidah

6. Melarang melagukan Al Qur'an seperti para qori' dan qari'ah yakni yang seperti dilagukan oleh para fuqoha

7. Melarang pembacaan Burdah karya imam Busiri rahimahullah

8. Melarang mengaji "sifat 20" sebagai yang tertulis dalam kitab Kifatayul Awam, Matan Jauharatut Tauhid, Sanusi dan kitab-kitab Tauhid Asy'ari / kitab-kitab Ahlissunnah Wal Jama'ah, karena tauhid kaum Wahabi berkisar Tauhid "Rububiyah & Iluhiyah" saja.

9. Imam Masjidil Haram hanya seorang yang ditunjuk oleh institusi kaum Wahabi saja, sedang sebelum Wahabi datang imam masjidil Haram ada 4 yaitu terdiri dari ke 4 madzhab Ahlussunnah yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Inilah apakah benar kaum Wahabi sebagai madzhab Ahlissunnah yang melarang madzhab Ahlissunnah, tepatnya Wahabi adalah : "MADZHAB YANG MENGHARAMKAN MADZHAB".

10. Melarang perayaan Maulid Nabi pada setiap bulan Rabiul Awal.

11. Melarang perayaan Isra' Mi'raj yang biasa dilaksanakan setiap malam 27 Rajab, jadi peraktis tidak ada hari-hari besar Islam, jadi agama apa ini kok kering banget ?

12. Semua tarekat sufi dilarang tanpa kecuali.

13. Membaca dzikir "La Ilaaha Illallah" bersama-sama setelah shalat dilarang

14. Imam dilarang membaca Bismillah pada permulaan Fatihah dan melarang pembacaan Qunut pada shalat subuh.

Jika demikian apa bedanya dengan kaum PRIMITIF ?. Dasar Baduy jahil, tahu agama sedikit sudah dimodifikasinya.

Doktrin-doktrin Wahabi ini tidak lain berasal dari guru Muhammad bin Abdul Wahhab yang adalah seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah guna mengadu domba kaum muslimin Imprealisme / Kolonialisme Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru ditengah ummat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha'i, jadi Wahabiisme ini sebenarnya bagian dari program kerja kaum kolonial.

Mungkin pembaca menjadi tercenggang kalau melihat nama-nama putra-putra Muhammad bin Abdul Wahhab yaitu Abdullah, Hasan, Husain dan Ali dimana adalah nama-nama yang tekait dekat dengan nama tokoh-tokoh ahlibait, hal ini tidak lain putra-putranya itu lahir sewaktu dia belum menjadi rusak karena fahamnya itu dan boleh jadi nama-nama itu diberi oleh ayah dari Muhammad bin Abdul Wahhab yang adalah seorang sunny yang baik dan sangat menetang putranya setelah putranya rusak fahamnya demikian pula saudara kandungnya yang bernama Sulaiman bin Abdul Wahhab sangat menentangnya dan menulis buku tentangan kepadanya yang berjudul :"ASH-SHAWA'IQUL ILAHIYAH FIRRADDI ALA WAHABIYAH". Nama-nama itu diberikan oleh ayahnya tidak lain untuk tabarukan kepada para tokoh suci dari para ahlilbait Nabi s a w. Kemudian nama-nama itu tidak muncul lagi dalam nama-nama orang yang sekarang disebut-sebut atau digelari Auladusy Syaikh tsb.

Diantara kekejaman dan kejahilan kaum Wahabi adalah meruntuhkan kubah-kubah diatas makam sahabat-sahabat Nabi s a w yang berada di Mu'ala (Makkah), di Baqi' & Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah diatas tanah dimana Nabi s aw dilahirkan, yaitu di Suq al Leil di ratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, saat ini karena gencarnya desakan kaum muslimin international maka kabarnya dibangun perpustakaan. Benar-benar kaum Wahabi itu golongan paling jahil diatas muka bumi ini. Tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam

Semula Alkubbatul Khadra atau kubah hijau dimana Nabi Muhammad s a w dimakamkan juga akan didinamit dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman international maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Semula seluruh yang menjadi manasik haji itu akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentang termasuk Sayyid Almutawalli Syakrawi dari Mesir maka diurungkanya.

Setelah saya memposting 2 kali tentang Wahabi ini seorang ikhwan mengirim email ke saya melalui Japri dan mengatakan pada saya bahwa pengkatagorian Wahabi sebagai kelompok Khawarij itu kurang tepat, karena Wahabi tidak anti Bany Umaiyah bahkan terhadap Yazid bin Muawiyahpun membelanya. Dia memberi difinisi kepada saya bahwa Wahabi adalah gabungan sekte-sekte yang telah menyesatkan ummat Islam, terdiri dari gabungan khawarij, Bany Umaiyah, Murji'ah, Mujassimah, Musyabbihah dan Hasyawiyah. Teman itu melanjutkan jika anda bertanya kepada kaum Wahabi mana yang lebih kamu cintai kekhalifahan Bany Umaiyah atau Abbasiyah, mereka pasti akan mengatakan lebih mencintai Bany Umaiyah dengan berbagai macam alasan yang dibuat-buat yang pada intinya meskipun Bany Abbas tidak suka juga pada kaum alawi tapi masih ada ikatan yang lebih dekat dibanding Bany Umaiyah dan bany Umaiyah lebih dahsad kebenciannya kepada kaum alawi, itulah alasannya.

***

Wahai saudaraku yang budiman, waspadalah terhadap gerakan Wahabiyah ini mereka akan melenyapkan semua mazhab baik Sunny (Ahlussunnah Wal Jama'ah) maupun Syi'ah, meraka akan senantiasa mengadu domba kedua mazhab besar. Sekali lagi waspadalah dan waspadalah gerakan ini benar-benar berbahaya dan jika kalian lengah, kalian akan terjenggang dan terkejut kelak. Gerakan ini dimotori oleh juru dakwa-juru dakwa yang radikal dan ekstrim, yang menebarkan kebencian dan permusuhan dimana-mana yang didukung oleh keuangan yang cukup besar.

Kesukaan mereka menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahlil bid'ah, itulah ucapan yang didengung-dengungkan disetiap mimbar dan setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebincian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng Islam kan penduduk negeri ini.

Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu jasanya telah meng Islam kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng Islam kan yang 10 % sisanya ? mempertahankan yang 90 % dari terkapan orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwa ke negeri kita ini tentu orang-orang yang asal bunyi dan menjadi corong bicara kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir lainnya (Naudzu Billah min Dzalik).

Claim Wahabi bahwa mereka penganut As-Salaf, As-Salafushsholeh dan Ahlussunnah wal Jama'ah serta sangat setia pada keteladanan sahabat dan tabi'in adalah omong kosong dan suatu bentuk penyerobotan HAK PATEN SUATU MAZHAB. Mereka bertanggung jawab terhadap hancurnya peninggalan-pininggalan Islam sejak masa Rasul suci Muhammad s a w, masa para sahabatnya r a dan masa-masa setelah itu. Meraka menghancurkan semua nilai-nilai peninggalan luhur Islam dan mendatangkan arkiolog-arkiolog (ahli-ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan pra Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata dsb. Mereka dengan bangga setelah itu menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, maka jelaslah penghancuran nilai-nilai luhur peninggalan Islam tidak dapat diragukan lagi merupakan peleyapan bukti sejarah hingga timbul suatu keraguan dikemudian hari.

Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-ngaku sebagai faham yang hanya berpegang pada Al Qur'an adan As-Sunnah serta keteladanan Salafushsholeh apalagi mengaku sebagai GOLONGAN YANG SELAMAT DSB, itu semua omong kosong dan kedok untuk menjual barang dagangan berupa akidah palsu yang disembunyikan. Sejarah hitam mereka dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang di namakan Saudi, suatu nama bid'ah karena nama negeri Rasulullah s a w diganti dengan nama satu keluarga kerajaan yaitu As-Sa'ud). Yang terbantai itu terdiri dari para ulama-ulama yang sholeh dan alim, anak-anak yang masih balita bahkan dibantai dihadapan ibunya

Minggu, 25 Agustus 2013

SEJARAH PEKALONGAN

Kota Pekalongan adalah salah satu kota di pesisir pantai utara Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan dengan laut jawa di utara, Kabupaten Pekalongan di sebelah selatan dan barat dan Kabupaten Batang di timur. Kota Pekalongan terdiri atas 4 kecamatan, yakni Pekalongan Utara, Pekalongan Barat, Pekalongan Selatan dan Pekalongan Timur. Kota Pekalongan terletak di jalur pantai Utara Jawa yang menghubungkan Jakarta-Semarang-Surabaya. Kota Pekalongan berjarak 384 km di timur Jakarta dan 101 km sebelah barat Semarang. Kota Pekalongan mendapat julukan kota batik. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bahwa sejak puluhan dan ratusan tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan. Batik telah menjadi nafas penghidupan masyarakat Pekalongan dan terbukti tetap dapat eksis dan tidak menyerah pada perkembangan jaman, sekaligus menunjukkan keuletan dan keluwesan masyarakatnya untuk mengadopsi pemikiran-pemikiran baru.

Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
Perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang Diponegoro atau perang Jawa pada tahun 1825-1830. Terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton Mataram serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan terbesar ke Timur dan Barat. Di daerah-daerah baru itu mereka kemudian menggembangkan batik. Ke arah timur berkembang dan mempengaruhi batik yang ada di Mojokerto, Tulunggagung, hingga menyebar ke Gresik, Surabaya, dan Madura. Sedangkan ke barat berkembang di banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah berkembang sebelumnya semakin berkembang, Terutama di sekitar daerah pantai sehingga Pekalongan kota, Buaran, Pekajangan, dan Wonopringgo.
Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik. Sehingga tumbuh beberapa jenis motif batik hasil pengaruh budaya dari berbagai bangsa tersebut yang kemudian sebagai motif khas dan menjadi  identitas batik Pekalongan. Motif Jlamprang diilhami dari Negeri India dan Arab. Motif Encim dan Klenengan, dipengaruhi oleh peranakan Cina. Motif Pagi-Sore dipengaruhi oleh orang Belanda, dan motif Hokokai tumbuh pesat pada masa pendudukan Jepang.
Kota Pekalongan memiliki pelabuhan perikanan terbesar di Pulau Jawa. Pelabuhan ini sering menjadi transit dan area pelelangan hasil tangkapan laut oleh para nelayan dari berbagai daerah. Selain itu Kota Pekalongan banyak terdapat perusahaan pengolahan hasil laut,seperti ikan asin, ikan asap, tepung ikan, terasi, sarden, dan kerupuk ikan, baik perusahaan bersekala besar maupun industri rumah tangga.
Kota Pekalongan terkenal dengan nuansa religiusnya, karena mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Ada beberapa adat tradisi di Pekalongan yang tidak dijumpai di daerah lain semisal; syawalan, sedekah bumi, dan sebagainya. Syawalan adalah perayaan tujuh hari setelah Idul Fitri dan disemarakkan dengan pemotongan lopis raksasa untuk kemudian dibagi-bagikan kepada para pengunjung.
Nama Pekalongan sampai saat ini belum jelas asal-usulnya, belum ada prasasti atau dokumen lainnya yang bisa dipertanggungjawabkan, yang ada hanya berupa cerita rakyat atau legenda. Dokumen tertua yang menyebut nama Pekalongan adalah Keputusan Pemerintah Hindia Belanda (Gouvernements Besluit) Nomer 40 tahun 1931:nama Pekalongan diambil dari kata “Halong” (dapat banyak) dan dibawah simbul kota tertulis “Pek-Alongan”.
Kemudian berdasarkan keputusan DPRD Kota  Besar Pekalongan tanggal 29 januari 1957 dan Tambahan Lembaran  daerah Swatantra Tingkat I Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958, Serta persetujuan Pepekupeda Teritorium 4 dengan SK Nomer KTPS-PPD/00351/II/1958:nama Pekalongan berasal dari kata “A-Pek-Halong-An” yang berarti pengangsalan (Pendapatan).
Pada masa VOC (abad XVII) dan pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, sistem Pemerintahan oleh orang pribumi tetap dipertahankan. Dalam hal ini Belanda menentukan kebijakan dan prioritas, sedangkan penguasa pribumi ini oleh VOC diberi gelar Regant (Bupati). Pda masa ini, Jawa Tengah dan jawa Timur  dibagi menjadi 36 kabupaten Dengan sistem Pemerintahan Sentralistis
Pada abad XIX dilakukan pembaharuan pemerintahan dengan dikeluarkannya Undang-Undang tahun 1954 yang membagi Jawa menjadi beberapa Gewest/Residensi. Setiap Gewest mencakup beberapa afdelling (setingkat kabupaten) yang dipimpin oleh asisten Residen, Distrik (Kawadenan) yang dipimpin oleh Controleur, dan Onderdistrict (Setinkat kecamatan) yang dipimpin Aspiran Controleur.
Di wilayah jawa Tengah terdapat lima Gewest, Yaitu:
Semarang gewest yang terdiri dari semarang, Kendal, Demak, Kudus, Pati, Jepara dan Grobongan.
Rembang Gewest yang terdiri dari Rembang, Blora, Tuban, dan Bojonegoro
Kedu Gewest yang terdiri dari Magelang,Temanggung,Wonosobo,Purworejo,Kutoarjo, Kebumen,dan karanganyar.
Banyumas Gewest yang terdiri dari Banyumas, Purwokerto, Cilacap, Banjarnegara, dan Purbalingga.
Pekalongan gewest terdiri dari Breber, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang.
Pada pertengahan abad XIX dikalangan kaum liberal Belanda muncul pemikiran etis-selanjutnya dikenal sebagai Politik Etis – yang menyerukan Program Desentralisasi Kekuasaan Administratip yang memberikan hak otonomi kepada setiap Karesidenan (Gewest) dan Kota Besar (Gumentee) serta pemmbentukan dewan-dewan daerah di wilayah administratif tersebut. Pemikiran kaum liberal ini ditanggapi oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dengan dikeluarkannya Staatbland Nomer 329 Tahun 1903 yang menjadi dasar hukum pemberian hak otonomi kepada setiap residensi (gewest); dan untuk Kota Pekalongan, hak otonomi ini diatur dalam Staatblaad Nomer 124 tahun 1906 tanggal 1 April 1906 tentang Decentralisatie Afzondering van Gelmiddelen voor de Hoofplaatss Pekalongan uit de Algemenee Geldmiddelen de dier Plaatse yang berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menandatangani penyerahan kekuasaan kepada tentara Jepang. Jepang menghapus keberadaan dewan-dewan daerah, sedangkan Kabupaten dan Kotamadya diteruskan dan hanya menjalankan pemerintahan dekonsentrasi.
Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus oleh dwitunggal Soekarno-Hata di Jakarta, ditindaklanjuti rakyat Pekalongan dengan mengangkat senjata  untuk merebut markas tentara Jepang pada tanggal 3 Oktober 1945. Perjuangan ini berhasil, sehingga pada tanggal 7 Oktober 1945 Pekalongan bebas dari tentara Jepang.
Secara yuridis formal, Kota Pekalongan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomer 16 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Besar dalam lingkungan Jawa Barat/Jawa Tengah/Jawa Timur dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Selanjutnya dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, maka Pekalongan berubah sebutannya menjadi Kotamadya Dati II Pekalongan.
Terbitnya PP Nomer 21 Tahun 1988 tanggal 5 Desember 1988 dan ditinjaklanjuti dengan Inmendagri Nomor 3 Tahun 1989 merubah batas wilayah Kotamadya Dati II Pekalongan sehingga luas wilayahnya berubah dari 1.755 Ha menjadi 4.465,24 Ha dan terdiri dari 4 Kecamatan, 22 desa dan 24 kelurahan.
Sejalan dengan era reformasi yang menuntut adanya reformasi disegala bidang, diterbitkan PP Nomer 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomer 32 Tahun 2004 yang mengubah sebutan Kotamadya Dati II Pekalongan menjadi Kota Pekalongan.

Minggu, 18 Agustus 2013

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE BARU



BAB  I

PENDAHULUAN

Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan  pendidikan yang mengajarkan tentang akhlak mulia serta membentuk dan mengarahkan kepribadian baik dan benar. Di samping itu, Pendidikan Agama Islam adalah salah satu alat pembudaya manusia itu sendiri. Di mana Pendidikan Agama Islam mencakup segala bidang kehidupan manusia di mana manusia mampu memanfaatkan sebagai tempat menanam benih amaliah di akhirat nanti, maka pembentukan sikap dan nilai amaliyah islamiyah dalam pribadi manusia baru dapat efektif bilamana dilakukan melalui proses pendidikan yang berjalan di atas kaidah agama Islam.[1]
Dalam hal ini kaitannya dengan perkembangan Pendidikan Agama Islam di Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru penulis akan membahas bagaimana konsep dan kebijakan – kebijakan yang dimiliki pada masa itu.

 

BAB  II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian

1. Pengertian sejarah pendidikan Islam :[2]
                       i.      Sejarah, secara bahasa : tarih ( ketentuan masa ), history.
Secara istilah : keterangan yang telah terjadi dikalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada.
                     ii.      Pendidikan, adalah : aktivitas dan usaha manusia untuk menambahkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan.
                   iii.      Islam secara bahasa : tunduk atau patuh.
Secara istilah : melaksanakan syari’at Allah yang dibawa oleh Rasulullah SAW untuk keselamatan didunia dan akhirat.
Jadi sejarah pendidikan Islam adalah : cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, baik dari segi ide dan konsepsi maupun segi institusi dan operasionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang.

B.     Konsep Pendidikan Islam Pada Zaman Orde Baru

Berdasarkan UU No. 2 / 1989 makna satu-satunya dari “Pendidikan Agama Islam” adalah sebagai salah satu bidang studi pendidikan yang bersama-sama dengan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan menjadi kurikulum wajib bagi setieap jenis, jalur dan jenjang pendidikan ( pasal 39 (2) ). Sedangkan istilah “Pendidikan Islam” tidak dikenal dengan UU tersebut, karena lembaga pendidikan yang berciri agama, yang di Indonesia tidak terdapat, baik sekolah maupun luar sekolah, ( termasuk pondok ) harus tetap mengacu pada sistem pendidikan nasional. Jadi, kalaupun suatu lembaga pendidikan menjadikan Islam sebagai landasan sistemnya, harus tetap dalam konteks ke – Indonesiaan yang bentuk konkritnya harus dilengkai dengan Pendidikan Pancasila.
Memang dalam UU No. 2 / 1989 tidak terdapat ketentuan bahwa kurikulum pendidikan luar sekolah harus mengikuti pendidikan sekolah, namun Pancasila dengan P4-nya telah menjadi konsensus bangsa Indonesia sebagai ideologi dan falsafah hidup, maka secara moral seluruh satuan pendidikan hendaklah mengacu pada cita-cita nasional, sehingga keberadaannya akan membantu pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini sesuai dengan UU No. 2 / 1989 pasal 39 (2) : “Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat : a) Pendidikan Pancasila; b) Pendidikan Agama dan c) Pendidikan Kewarganegaraan”. Sedangkan jalur pendidikan ada            2 macam : jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah ( pasal 10 ayat 1 ).[3]
Makna lain dari pendidikan Islam adalah sebagai ilmu, yang umumnya dikembangkan dalam Fakultas Tarbiyah baik negeri ( IAIN ) maupun swasta, yaitu sebagai “Ilmu Pendidikan Islam” yang meliputi : Sejarah Pendidikan Islam, Teori Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Islam.
  1. Lembaga Pendidikan Pada Masa Orde Baru
Nomeclatur bagi lembaga pendidikan berciri khas agama Islam yang selama ini digunakan adalah “Perguruan Agama Islam” sebagaimana terlihat dari nama instansi yang mengelola lembaga tersebut, yaitu “Direktorat di bawah Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dengan diundangnya UU No. 2 / 1989, maka nama itu diubah menjadi “Lembaga Pendidikan Keagamaan” yang bagi Islam adalah sangat wajar apabila ditambah kata “Islam” di belakangnya. Namun penamaan ini membawa konsekuensi “penciutan” terhadap maknanya, karena apabila sebelum adanya undang-undang tersebut yang termasuk ke dalam Perguruan Agama Islam adalah :
1.      Raudhat Al-Athafal / Bustan Al-Athfal ( Taman Kanak-Kanak Islam ), Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah sebagai jalur pendidikan formal, dan
2.      Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah sebagai lembaga pendidikan non formal.
Maka dengan adanya UU No. 2 / 1989 terdapat berbagai perubahan antara lain :
  1. Kelompok yang pertama di atas sekarang dinamakan jalur “pendidikan sekolah” kecuali tingkat taman kanak-kanak yang termasuk ke dalam pendidikan “pra sekolah” sedangkan yang kedua disebut “jalur pendidikan luar sekolah”.
  2. Dengan adanya PP. No. 28 / 1990, No. 29 / 1990 ( sebagai pelaksanaan UU no. 2 / 1989 ) dan dipertegas oleh Kep. Mendikbud nomor 0487 / U / 1989, No. 054 / U / 1993 dan 0489 / U / 1992, maka keduudkan Madrasah Ibtidaiyah adalah sebagai “SD yang berciri khas Agama Islam yang diselenggarkaan oleh Departemen Agama”, demikian juga Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah, masing-masing sebagai “Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ( SLTP ) dan Sekolah Menengah Umum ( SMU ) yang berciri khas Agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama”. Selanjutnya dipertegas lagi, bahwa Madrasah Ibtidaiyah wajib memberikan bahan kajian sekurang-kurangnya sama dengan SD di samping bahan kajian lain yang diberikan berdasarkan ketentuan yang berlaku” ( Kep. Mendikbud No. 0487 / 1992 pasal 19 ). Demikian juga Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah “wajib memberikan bahan kajian sekurang-kurangnya sama dengan SLTP dan SMU di samping dengan bahan kajian lain yang diberikan pada madrasah tersebut” ( Kep. Mendikbud No. 054 / U / 1993 pasal 20 dan Kep. Mendikbud                  No. 0489 / U / 1992 pasal 20 ).[4]
Dengan demikian, jelas bahwa kini yang dinamakan “Perguruan Agama Islam” dalam arti tradisional hanya ada satu, yaitu yang bernama “Pendidikan Keagamaan” dan hanya satu jenjang yaitu pendidikan menengah. Dan menurut PP No. 29 / 1990 pasal 3 (3) disebutkan : “Pendidikan Menengah Keagamaan mengutamakan penyiapan siswa dalam penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan”. Selanjutnya pasal 4 (3) menyatakan bahwa penamaan Sekolah Menengah Keagamaan ditetapkan oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sekolah semacam itu ada pada waktu ini adalah Madrasah Aliyah Program Khusus ( MAPK ) dengan pertimbangna jam pelajaran agama : Umum      ( 65 % ) dan Agama ( 35 % ). MAPK ini merupakan pengembangan dari program ilmu-ilmu agama ( jurusan ilmu agama ) pada Madrasah Aliyah dengan perbandingan antara pelajaran agama dengan umum 98 : 142 atau 41 % : 59 % . Karena tamatan jurusan ini ternyata kurang berkompeten untuk memasuki IAIN, maka dikembangkan menjadi MAPK yang dari pengalaman penerimaan para tamatannya ke IAIN Walisongo memang menujukkan adanya kemampuan yang lebih baik. Jadi dapat kita katakan bahwa MAPK – lah yang kini merupakan satu-satunya bentuk Sekolah Menengah Keagamaan Islam yang murni, yang juga terbuka bagi masyarakat untuk mendirikannya. Dan dengan tidak mentuup kemungkinan para tamatannya untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi umum dengan menempuh ujian akhir Aliyah atau SMU secara individu diharapkan siswa MAPK ini merupakan sumber daya calon-calon mahasiswa IAIN.
  1. Perbedaan Lembaga Pendidikan Agama dengan Sekolah Umum
Masalah lain dalam kaitan ini adalah lembaga-lembaga pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah yang kini tidak lain smaa dengan SD, SLTP dan SMU Islam ( atau SD, SLTP dan SMU Dep. Agama ), sesuai dengan label “berciri khas agama Islam” dituntut untuk menunjukkan kekhasan cirinya itu. Dalam kaitan ini Direktur Pembinaan Perguruan Agama Islam Depaq menyatakan bahwa “ciri khas agama Islam ini akan diformulasikan dalam kegiatan intra dan ekstra kurikuler”. Fomulasi dalam bentuk intra kurikuler akan berupa penjabaran mata pelajaran pendidikan agama di SD / SLTP / SMU                ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran seperti Al-Qur'an, Hadits, Aqidah, Akhalk, Fiqh, Sejarah Islam dan Bahasa Arab. Waktu yang disediakan diperkirakan akan lebih kecil dibandingkan dengan waktu yang tersedia dalam kurikulum madrasah yang sekarang.[5]
Memang pandangan sepintas memberikan kesan adanya “dualisme” dalam sistem pendidikan nasional, karena dua lembaga pendidikan yang hakikatnya sama, dikelola oleh dua departemen yang notabene sama-sama pemerintah. Namun apabila melihat latar belakagn historis maupun kultural, khususnya tentang peran lembaga pendidikan Islam, dalam perjalanan sejarah pendidikan Indonesia, status demikian bagi madrasah-madrasah tersebut merupakan satu “bentuk kearifan” dari kondisi obyektif di Indonesia saat ini yang menggambarkan adanya kemajemukan dalam kesatuan ( Bhinneka Tunggal Ika ) dalam sistem pendidikan. Dengan demikian, ide tentang sistem dan sub-sistem dalam pendidikan di Indonesia tetap terjamin.
  1. Orientasi Pendidikan Agama
Selanjutnya terdapat sedikit perbedaan orientasi tamatan Madrasah Aliyah dalam melanjutkan pendidikannya ke pendidikan tinggi  dibandingkan sistem pendidikan Madrasah sebelumnya. Apabila MAPK terutama berorientasi                   di IAIN, maka tamatan Aliyah adalah terutama berorientasi ke perguruan tinggi umum, dengan tidak tertutup kemungkinan ke IAIN tergantung kepada kemampuan individual.
Khusus IAIN, baik UUSPN maupun PP 30 / 1990 tidak menyebutkan sebagai jenis pendidikan tinggi khusus sebagaimana Madrasah. Namun, apabila dilihat dari tujuan dan keahlian yang ingin dicapai oleh pendidikan ini, baik akademik maupun profesional, maka analog dengan pendidikan mengenah, cukup alasan untuk memasukkan IAIN ke dalam kategori “Pendidikan Tinggi Keagamaan” yang dikelola oleh Departemen Agama walaupun secara akademik harus mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Depdikbud ( UUPSN pasal 12 dan 19 ). Karena peraturan khusus tentang IAIN belum ada, menurut hemat penulis, di samping status yang sampai sekarang juga belum keluar, masih diperlukan adanya peraturan khusus, baik berbentuk PP ataupun Keputusan Menteri.
Tentang Pondok Pesantren sebagai jalur pendidikan keagamaan luar sekolah, yang kini berperan sebagai “mitra” sekolah telah banyak dibahas baik dalam forum pertemuan ilmiah sebagai salah satu proyek pembangunan bidang agam aoleh Depag, yaitu proyek Pembangunan dan Bantuan kepada Pondok Pesantren. Lewat proyek ini telah dimasukkan pendidikan ketrampilan, antara lain penjahitan dan perajutan, administrasi dan manajemen, pertukangan, pertanian, peternakan, bahkan juga fotografi ( Abdurrahman Saleh, et.al., 1978 ).
Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia memiliki ciri-ciri khas yang membuat Pesantren tetap survise yaitu : semangat percaya diri sendiri, mandiri, sederhana dan rasa solidaritas ( ukhuwah ) yang tinggi ( H.M. Yusuf Hasyim, 1987 ). Ciri-ciri yang demikian, pada hakikatnya juga merupakan ciri-ciri manusia yang diharapkan oleh pendidikan nasional yang diformulasikan ke dalam konsep “manusia seutuhnya”. Beberapa prinsip lain yang diajukan Mastuhu ( 1987 ) adalah wisdom ( kearifan ) sebagai tujuan yang akan dicapai ( meskipun apabila berlebihan dapat menjauhkan santri dari kehiduan riil ), kebebasan yang terpimpin ( oleh kyai ), self-government                   ( mengatur diri sendiri secara kolektif ), hubungan kyai, guru, santri dan masyarakat yang mesra dan ibadah ( bahwa semua aktivitas di Pondok adalah dalam rangka ibadah kepada Allah ).
Dari berbagai penelitian dan pengamatan para pakar, ada ciri khas lain yang menonjol, yaitu peran “kyai” pemilik / pimpinan pondok dengan kharismanya yang sangat dominan, yang merupakan unsur utama dan pertama dari suatu Pondok Pesantren. Hal ini karma otoritas keagamaan yang dimilikinya dan moral yang tinggi sebagai “bapak”, penasehat dan contoh kepribadian                    ( uswah khasanah ) dan lebih penting lagi dipercaya sebagai “pewaris Nabi” yang bisa memberikan barokah kepada sekelilingnya ( Wolfgang Krocer, Abdurrahman Wahid, 1988 ).
Kepemimpinan kharismatis yang demikian, ternyata bisa menjadi kendala bagi upaya pengembangan suatu pondok, karena dengan meninggalnya seorang kyai pimpinan pondok, pondok tersebuSt mengalami semacam krisis kepemimpinan. Krisis ini akan dapat diatasi apabila sang kyai mempunyai anak / keturunan yang setaraf dengan kharismanya ( Sudjoko Prasojo, 1975 ). Atas dasar ini maka diperlukan adanya upaya untuk lebih menjadikan kepemimpinan pondok lebih bersifat “rasional / demokratis” agar kesinambungannya lebih terpimpin.
Dalam kaitannya dengan pembangunan dan pendidikan nasional, maka lembaga pendidikan luar sekolah yang sebagian besar terletak di pedesaan ini diharpakan mampu berperan sebagai agent of development khususnya bagi masyarakat pedesaan sebagaimana yang kini telah banyak ditunjukkan oleh banyak pondok seperti Darul Falah di Jawa Barat, Pabelan di Jawa Tengah dan An-Nuqayyah di Jawa Timur. Untuk ini sekalipun masih ada kendala sebagaimana yang ditunjukkan oleh Dr. Hiroko Horikoshi ( di Jawa Barat ) terhadap perubahand an mempertahankan kedudukan yang berpengaruh dalam sistem tradisional. Akan tetapi, menurut Krocher ( 1988 ) bahwa “pesantren telah menunjukkan penyesuaian mereka dengan perubahan sosial, dengan menerima inovasi-inovasi secara hati-hati dan mengintegrasikannya ke dalam kerangka kerja yang ada dalam keharmonisan dengan tradisi-tradisi Jawa Kuno – dengan menerima pengaruh asing tanpa melepaskan diri secara drastis dari keyakinan dan praktik sebelumnya”. Yang jelas adalah bahwa kini kebanyakan Pesantren telah membuka madrasah, dari jenjang Ibtidaiyah bahkan sampai Perguruan Tinggi, sehingga kebanyaka mereka sesungguhnya telah masuk ke dalam pola pendidikan sekolah. Dan karena materi utamanya adalah ilmu-ilmu agama Islam, akan lebih mudah untuk mewujudkan pendidikan keagamaan semacam MAPK.
Satu hal lagi yang ada di Pesantren yaitu bahwa masalah “dikotomi” yang ada di sekolah-sekolah umum ( bahkan juga di beberapa Madrasah ), tidak kita jumpai di Pesantren yang dapat mengintegrasikan pelajaran ( agama dan umum ) ke dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ini juga berakibat terbukanya sistem belajar yang luas dan fleksibel, karena pada hakikatnya semua aktifitas               sehari-hari di Pesantren yang memacu kehidupan mandiri itu adalah belajar ( Wolfgang Karcher, log.cit ). Dalam kaitan ini, pimpinan Pondok modern Gontor pernah mengatakan kepada penulis waktu berkunjung ke sana, bahwa “kurikulum di Pesantren ini 100 % agama dan 100 % pengetahuan umum”.
Dengan adanya uluran tangan Prof. Habibie yang menawarkan pemasukan teknologi ke dalam Pondok Pesantren dan dengan beberapa inovasi yang diperlukan, kiranya potensi Pondok Pesantren dapat dikembangkan secara optimal.

B.  Dampak Konsep Yang Dihasilkan Oleh Zaman Orde Baru

Apabila kita berbicara mengenai pendidikan Islam maka kita akan membicarakan mengenai pesantren dan madrasah. Menurut para pakar pendidikan Islam bentuk pendidikan yang indigenous adalah pesantren yang telah hidup dan berada di dalam budaya Indonesia sejak zaman prasejarah yang kemudian dilanjutkan pada masa Hindu-Budha dan diteruskan pada masa kebudayaan Islam. Madrasah adalah bentuk pendidikan klasikal yang masuk                ke Indonesia sejalan dengan arus modernisasi Islam. Pesantren yang mempunyai pengertian archaic, juga mempunyai konotasi kemasyarakatan, bahkan suatu kesatuan ekonomis dan mungkin pula politik selain daripada suatu masyarakat pendidikan dengan nuansa agama. Madrasah juga lebih berkonotasi kepada cara penyampaian ilmu maupun agama secara klasikal dan lebih modern. Namun keduanya mempunyai kesamaan yaitu telah tumbuh dan dimiliki oleh masyarakat sekitar terutama di daerah pedesaan karena pengaruh historis. Oleh sebab itu pendidikan pesantren dan madrasah cenderung bersifat tradisional dan ortodoks sungguh pun tidak selalu benar sebagaimana yang kita lihat di dalam perkembangan pesantren modern seperti Pesantren Tebuireng.
Pesantren dan madrasah adalah milik kebudayaan Indonesia. Dan oleh karena pendidikan adalah sebenarnya merupakan gagasan kebudayaan, maka mendidik berarti pula menggagas kebudayaan masa depan. Di sinilah letaknya arti pesantren di dalam membangun kebudayaan masa depan. Seperti Malik Fadjar mengatakan gelombang peradaban masa depan merupakan satu kesatuand ari gejolak magma cultural dari dalam dan kekuatan globalisasi yang menerjang dari luar. Kehidupan pesantren masa depan tidak terlepas dari kedua gelombang peradaban ini. pendidikan pesantren akan survise dan menjadi pendidikan alternatif dari masyarakat Indonesia apabila dia peka terhadap gelombang peradaban tersebut. Oleh karena itu perlu kita kaji apa yang merupakan kekuatan dan kelemahan dari pendidikan pesantren dan madrasah.

 1.   Kelebihan Pendidikan Islam : Pendidikan Yang Lahir Dari Masyarakat


Dalam era reformasi dewasa ini dan sejalan dengan gelombang demokratisasi di dunia dan di Indonesia maka kita berbicara mengenai tuntutan hak rakyat termasuk pendidikan. Demokrasi hanya akan lahir dan berkembang apabila rakyat diberdayakan dan masyarakat ikut serta di dalam memberdayakan diri sendiri. Pesantren adalah suatu sistem kehidupan yang lahir dan dibesarkan dalam suatu masyarakat. Pesantren telah lahir di dalam suatu masyarakat demokratis. Oleh sebab itu pesantren sebenarnya dikelola oleh masyarakat yang memilikinya. Meskipun di dalam perkembangannya pengelolaan pesantren banyak ditentukan oleh para kiai sebagai pemiliknya, namun tidak dapat disangkal bahwa kehidupan pesantren telah ditopang dan dibesarkan oleh masyarakat yang memilikinya.
Apabila dewasa ini kita berbicara mengenai inovasi pendidikan nasional untuk melahirkan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat                ( community – based management ( CBM ) maka pesantren merupakan model archaic dari pendidikan tersebut. Sudah tentu prinsip-prinsip manajemen modern perlu diterapkan di dalam pola pendidikan yang berdasarkan manajemen masyarakat. Pada akhirnya community – based management dari pendidikan akan bermuara kepada manajemen sekolah ( school – based management ( SBM ) atau manajemen madrasah yang berarti pengelolaan lembaga pendidikan madrasah adalah pengelolaan yang otonom yang mengimplementasikan aktivitas dan kreativitas para pengelolanya baik kepala sekolahnya maupun para gurunya di dalam melaksanakan misi sekolah. Tentunya manajemen pendidikan CBM dan SBM menuntut para pengelola yang mempunyai pandangan yang luas serta menguasai teknik-teknik manajemen modern, termasuk manajemen sekolah.

2.   Kelemahan : Cenderung Kepada Ortodoksi


Apabila kita teliti kekuatan dari pendidikan pesantren dan madrasah justru disitulah pula terletak kelemahannya. Dalam perjalanan sejarah, sistem pendidikan pesantren dan madrasah telah terlempar dari mainstream pendidikan baik pada masa kolonial, masa pendudukan Jepang, maupun pada masa kemerdekaan. Kelemahannya terletak kepada keunikannya bahwa pesantren dan madrasah tumbuh dari bawah, dari masyarakat sendiri.                   Di dalam pertumbuhannya tersebut yang hidup dari kemampuan sendiri                 di tengah-tengah masyarakat yang miskin sudah tentu perkembangan pendidikan pesantren dan madrasah berada di dalam kondisi yang serba sulit. Keadaan ini pula yang telah melahirkan suatu defense mechanism untuk mengungkung diri dari pengaruh luar. Kecurigaan yang berlebihan menyebabkan isolasi dan menolak perubahan. Isolasionisme ini juga diperkuat lagi dengan sifat keragaman dari pendidikan pesantren dan madrasah. Pengelolaan pesantren dan madrasah yang berorientasi kepada masyarakat telah melahirkan keanekaragaman pengelolaan sehingga sulit untuk dicarikan standar untuk meningkatkan mutu. Di dalam menghadapi tuntutan dunia modern karena standar-standar tertentu diperlukan maka pengelolaan pendidikan pesantren dan madrasah perlu disesuaikan agar lebih peka menyerap dan meningkatkan kemampuan dari lembaga tersebut                     di dalam kehidupan global yang penuh persaingan.
Sungguhpun terdapat kekuatan dan kelemahan dari sistem pendidikan pesantren dan madrasah, tentunya tidak dapat kita generalisasikan. Sebagai ilustrasi bagaimana lahir dan berkembangnya Pondok Pesantren Tebuireng yang berkembang di tengah-tengah kemajuan teknologi di sekitar pabrik gula di desa Cukir sekitar Jombang. Menyadari akan kemajuan ilmu dan teknologi, Pondok Pesantren Gontor sangat kreatif dan adaptif untuk menyerap nilai-nilai yang baru tanpa meninggalkan ciri khas dari pendidikan pesantren. Ternyata kekutan pesantren dapat dilestarikan apabila di kelola dengan cara-cara yang inovatif dan kreatif serta sensitif terhadap tuntutan perubahan.
Sesuai dengan permasalahannya, menurut pendapat penulis pengelolaan pendidikan Islam meliputi empat bidang prioritas yaitu :
1)      Peningkatan kualitas,
2)      Pengembangan invonasi dan kreativitas,
3)      Membangun jaringan kerja sama ( networking ), dan
4)      Pelaksanaan otonomi daerah.

 BAB III
KESIMPULAN

Dalam masa Orde Baru masyarakat dan bangsa Indonesia sedang menapak untuk mewujudkan masyarakat Indonesia baru yang mencakup dua aspek :
1)     Mengatasi krisis nasional yang berkepanjangan dengan membagnun kembali masyarakat dan bangsa yang demokratis,
2)     Mempersiapkan masyarakat dan bangsa Indonesia dalam kehidupan masyarakat baru tersebut.
Keadaan ini menuntut reposisi madrasah sebagai salah satu wadah pengembangan generasi muda sesuai dengan perubahan visi dan misi kehidupan bangsa dalam era reformasi dengan mengaktualisasikan potensi-potensi positif yang dimiliki madrasah. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas Islam sangat menarik perhatian dalam rangka melaksanakan cita-cita pendidikan nasional, oleh karena bukan saja jumlah peserta didiknya yang signifikan tetapi juga karena karakteristik madrasah sangat sesuai dengan cita-cita reformasi. Dilihat dari segi ini peranan madrasah sangat menonjol oleh karena : pertama, pendidikan di madrasah yang selama ini seakan-akan tersisih dari mainstream pendidikan nasional namun berkenaan dengan pendidikan anak bangsa; kedua, madrasah sebagai pendatang baru dalam sistem pendidikan nasional relatif menghadapi berbagai masalah dan kendala di dalam hal mutu, manajemen, termasuk masalah kurikulumnya. Namun demikian madrasah mempunyai potensi atau nilai-nilai positif oleh karena madrasah sarat akan nilai-nilai budaya bangsa.
Nilai-nilai positif madrasah yang sesuai dengan gerakan reformasi telah tertampung dalam rumusan visi dan misi pembangunan nasional.
Di dalam perkembangannya yang panjang dari kehidupan madrasah di dalam kehidupan bangsa Indonesia, banyak hal-hal positif maupun negatif yang telah lahir di dalam sejarah keberadaannya. Analisis mengenai kekuatan, kelemahan, anomali-anomali kebijakan yang terjadi hingga saat ini mengharuskan madrasah merumuskan kembali paradigma baru agar peran madrasah lebih tajam dan terarah di dalam memasuki millennium ketiga yang penuh dengan tantangan. Selanjutnya prospek madrasah masa depan yang cerah haruslah dipersiapkan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan global. Tuntutan-tuntutan tersebut sebagian besar merupakan reaktualisasi potensi madrasah yang kaya dalam pengalaman terutama di dalam memenuhi kebutuhan masyarakat serta memberdayakan masyarakat, ditambah pula dengan tradisi ikut sertanya masyarakat di dalam pembinaan, penyelenggaraan dan pemanfaatan hasil-hasil lembaga pendidikan madrasah.
Dengan rumusan reposisi madrasah yang disesuaikan dengan visi dan misi pembangunan nasional, serta pemanfaatan prospek madrasah dengan nilai-nilainya yang positif dalam memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia baru dan masyarakat global, maka dapatlah disusun kurikulum madrasah yang realistis sesuai dengan kebutuhan dinamika masyarakat Indonesia.
Ada dua hal yang sangat penting dikemukakan di dalam pembangunan pendidikan nasional, yaitu :
a)      Lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan nilai, dan
b)      Prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan yaitu desentralisasi serta pengakuan kembali terhadap otonomi keilmuan serta manajemen yang efisien dan efektif.
Apabila disimak bersama, sebenarnya UUSPN No. 2 Tahun 1989 mengandung mutiara-mutiara yang baik dilihat dari segi pendidikan. Namun di dalam penyelenggarannya dan manajemennya memang cenderung kepada sentralisme. Hasil dari sistem pendidikan yang demikian adalah tercabutnya pendidikan dari kebudayaan. Antara undang-undang dengan pelaksanaannya terdapat ketidaksesuaian oleh karena pendidikan telah menjadi alat politik atau lebih tepat lagi menjadi alat politik penguasa. Sebenarnya, di dalam undang-undang tersebut ditekankan tentang pentingnya peran serta masyarakat ( Pasal 47 ). Demikian pula ditekankan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional namun di dalam pelaksanannya telah terlepas dari kebudayaan. Di dalam PP No. 29 Tahun 1990 dijelaskan bahwa praksis pendidikan haruslah didasarkan kepada wawasan Wiyatamandala ( PP No. 29 Tahun 1990, pasal 10 ). Wawasan Wiyatamandala antara lain menyatakan bahwa sekolah harus bertumpu pada masyarakat sekitarnya dan mendukung kerukunan antara warga sekolah. Berdasarkan pengamatan ini, juga dengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sudah pada waktunya untuk meninjau kembali bahkan kalau perlu mengganti UUSPN No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, agar praksis pendidikan lebih sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat.

 



 
DAFTAR  PUSTAKA

GBHN 1983, Jakarta.

GBHN 1999, Jakarta.

UUSPN No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

UUSPN No. 22 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Prof. Dr. Tilaar, Msc, Ed, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta : Rineka Cipta, 2000.

Majalah Rindang, No. 1 Tahun XXIX Agustus 2003.

Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarta : tp, 1998.

Zuharsini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Malang : IAIN Walisongo, 1983.

H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996


[1] H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 13.
[2] Zuhairini, Dra., dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1997, hlm. 1-2.
[3] GBHN 1983, Jakarta.

[4] UUSPN No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

[5] Zamakhsyri Dhofier, 1993